Mega Nyinyirin Millenial, Amarta: Jangan Lupa, Penggerak PDIP Banyak Millenial

Mega Nyinyirin Millenial
Ketua Aliansi Masyarakat (Amarta) Jakarta M Rico Sinaga menyayangkan statemen Ketua Umum Partai Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengkritik nyinyir generasi millenial saat peringatan Hari Sumpah Pemuda. Dia mengingatkan, penggerak partai berlambang banteng moncong putih pun kebanyakan kaum millenial.

"Sejak PDI berubah jadi PDIP, penggerak partai itu banyak aktivis yang sering menjadi demonstran. Contohnya Budiman Sujatmiko atau Adian Napitupulu. Saya yakin, partai-partai yang ada sekarang, termasuk PDIP banyak digerakkan mantan-mantan demontran itu. Banyak diisi generasi millenial," ujar Rico, di Jakarta, Kamis (29/10).

Seharusnya, kata Rico, Megawati Soekarnoputri mau meladeni debat terbuka bersama millenial yabg salah satunya ditantang debat oleh Tom Pasaribu. Dia berharap, Megawati ingat dengan statemen Bung Karno soal "Jas Merah/Jangan Melupakan Sejarah". Menurutnya, Bung Karno pada jamannya malah meminta 10 orang pemuda untuk mengguncang dunia.

"Sumpah pemuda ini millenial, yang menggerakkan revolusi dan kemerdekaan itu kan kaum millenial. Sebenarnya, ke depan lebih ideal jika pemimpin partai diisi kaum millenial yang memiliki pemikiran visioner, semangat juang tinggi dan masih memegang teguh idealisme," katanya.

Terkait demonstrasi millenial soal penolakan UU Cipta Kerja yang disusupi perusak fasilitas publik, Rico memastikan bahwa perusak bukan kaum millenial. Menurutnya, dari kamera pengawas atau circuit closed television/CCTV telah mendeteksi bahwa perusak halte Transjakarta bukan bagian dari demonstran millenial.

"Harusnya mega memberikan jalan keluar untuk kaum milleial ini, bukan menuduh tidak produktif. Toh, di lingkungan Presiden Joko Widodo pun ada staff khusus millenial yang tentu direstui dan direkrut juga oleh PDIP. Itu bukti bahwa kaum millenial ini produktif. Jangan-jangan, dia sedang menyindir Anies yang mendatangi demonstran," tegasnya.

Bahkan, lanjutnya, generasi millenial ini akan menjadi penerus bangsa. Sehingga, ucapnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun turun ke lapangan menemui kaum millenial dan mengajak menyanyikan "Bagimu Negeri" sebelum kaum millenial ini diminta membubarkan diri. Perhatian Anies untuk generasi millenial ini cukup tinggi, terbukti siswa sekolah diajak untuk turut mendiskusikan soal polemik bangsa di sekolahnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya terkait isu kekinian. Hal itu disampaikannya bersamaan dengan momentum Sumpah Pemuda ke-92.

Dalam pidatonya, Megawati berbicara soal pentingnya membangun bangsa dan negara agar Indonesia bisa bertahan sepanjang masa, untuk anak dan cucu. Menurut dia, pengalaman negara lain yang lebih maju seperti Amerika Serikat dan China harus dipelajari oleh masyarakat Indonesia

Megawati juga menyinggung demonstrasi yang belakangan sangat marak. Menurut Megawati, aturan hukum membolehkan demonstrasi. Pasca reformasi 1998 setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia masuk ke dalam alam demokrasi. Namun ditegaskannya, demonstrasi bukan berarti boleh melakukan aksi perusakan fasilitas publik.

"Masya Allah, susah-susah bikin halte-halte Transjakarta, enak saja dibakar, emangnya duit lo? Ditangkap tak mau, gimana ya. Aku sih pikir lucu banget nih Republik Indonesia sekarang," heran Megawati.

Megawati lalu bertanya kepada Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDIP yang juga mantan gubernur Jakarta, yang ada di sebelahnya. Dia bertanya berapa ongkos membangun sebuah halte. Djarot pin menjawab biayanya sekitar Rp 3 miliar.

"Kalau ibu-ibu, patokannya harga emas gitu. Mana mungkin lagi sekarang kalau mau dibenerin itu Rp 3 Miliar cukup? Coba bayangkan. Itu rakyat siapa ya? Itu yang namanya anak-anak muda, saya ngomong gini itu dalam Sumpah Pemuda loh," kata Megawati.(per)